REVIEW 10
Bagaimana Mengelola Koperasi Agar Berstandar Nasional
Firdaus M.
Yusuf
3. Luaran dan
Analisis
3.1. Hasil Kuesioner dan Wawancara
Dari hasil pengolahan kuesioner
dapat dilihat adanya perbedaan persepsi untuk
masing‐masing dimensi yang diukur
antara pengurus dengan anggota Koperasi
ABC (kondisi saat ini). Tabel 1 di
bawah ini menyajikan perbedaan persepsi
tersebut.
Tabel 1. Perbedaan persepsi dalam
kelima dimensi pengelolaan SDM Koperasi ABC
(kondisi saat ini) antara pengurus
dengan anggota
Tabel
diatas terdiri dari aspek‐aspek MSDM koperasi seperti yang telah dijelaskan
pada model konseptual sebelumnya. Untuk mempermudah visualisasi perbedaan
persepsi dari lima dimensi diatas, gambar 1 berikut menampilkan polygon
perbedaan persepsi pengelolaan Koperasi ABC saat ini
antara pengurus dan anggota beserta
penjelasannya.
Gambar
1. Polygon
perbedaan persepsi antara pengurus dan anggota dalam
pengelolaan
Koperasi ABC (kondisi saat ini)
Dimensi
arah sasaran menunjukan adanya perbedaan persepsi antara pengurus dan
anggota. Perbedaan persepsi ini dapat menghambat gerakan koperasi itu sendiri.
Dari hasil verifikasi kuesioner dengan wawancara menunjukan bahwa masing‐masing
pihak mempunyai tujuan yang berbeda atau pengurus gagal untuk mengkomunikasikan arah dan sasarannya kepada anggota koperasi. Dimensi
kondisi organisasi, dari dimensi ini terlihat pada tabel diatas bahwa baik
anggota maupun pengurus melihat susunan struktur yang dibuat sudah cukup
baik, akan tetapi kinerja dan pemberdayaaan dinilai kurang. Sehingga masih
banyak pembagian tugas yang belum jelas dan upaya untuk memanfaatkan sumber
daya internal –pun masih dinilai kurang.
Dimensi pengelolaan SDM, sifat keanggotaan yang terbuka, tidak adanya program karir, dan kurangnya manfaat dari penyuluhan menunjukan tumpulnya fungsi MSDM Koperasi ABC dalam hal perencanaan dan
pemeliharaan.
Dan sepertinya tugas‐tugas koperasi sangat dipercayakan kepada manajer,
sementara upaya bersama dari pengurus dan anggota sepertinya belum menunjukan
kontribusi yang signifikan kepada koperasi.
Budaya
koperasi yang seharusnya dibangun atas asas kebersamaan dan kekeluargaaan
menjadi asas pemanfaatan. Hal ini terlihat dari jawaban anggota yang
menilai kepentingan koperasi bukan sebagai tujuan utama atau tujuan bersama
tetapi sebagai tujuan sekunder, dimana tujuan primernya adalah tujuan pribadi
seperti mendapatkan pinjaman yang mudah dengan bunga serendahrendahnya. Sehingga
keberlangsungan dan profitabilitas
koperasi bagi anggota hanya
menjadi tujuan sekunder. Tapi hal ini dapat menjadi alasan yang rasional jika
koperasi tersebut memang tidak memperjuangkan kepentingan anggota sehingga
bagi anggota koperasi ini lebih kearah koperasi pengurus. Terlihat dari jawaban
dimensi budaya pada tabel diatas D5, sebagian besar anggota (57%) menilai
koperasi tidak memperjuangkan kepentingan anggota. Dimensi
integrasi, pada dasarnya baik pengurus maupun anggota memiliki motivasi
dan harapan yang tinggi ketika masuk koperasi. Akan tetapi terlihat muncul
gap mengenai aspek pemenuhan kebutuhan. Aspek ini menunjukan kemungkinan
adanya diskriminasi antara pengurus dan anggota. Akan tetapi loyalitas
anggotapun dipertanyakan oleh pengurus.
3.2. Hasil
Studi Banding
Tabel
2 dibawah ini menyajikan perbandingan kondisi MSDM Koperasi XYZ
dengan
Koperasi ABC berdasarkan lima dimensi penilaian dalam model
konseptual.
Tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar‐besarnya,
melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi
skala kecil. Koperasi dibangun dengan asas kekeluargaan dan sistem usaha mikro
yang berfungsi sebagai ʺpintu masukʺ (entry
point) ke dunia usaha, yang lebih luas (Raharjo, 2005). Koperasi XYZ sejak awal telah mempunyai tujuan
bersama yang spesifik. Kejelasan dari tujuan ini penting untuk menjaga
aktivitas koperasi agar tetap pada koridornya. Kesamaan dalam tujuan ini membuat koperasi
XYZ mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada. Usaha mikro yang ada
saling bergabung untuk lebih memantapkan barisan, langkah ini secara
signifikan mampu menambah daya saing koperasi. Berbeda dengan koperasi ABC
yang sejak awal tujuannya bersifat umum sehingga dengan berbagai
keterbatasan sumber daya yang ada koperasi mengalami berbagai masalah internal. Sehingga tujuannya saling bertabrakan antara satu sama lain, bukan
saling menguatkan malah saling melemahkan. Struktur organisasi koperasi XYZ bersifat fungsional. Optimalisai
dari pemberdayaan anggota pada koperasi XYZ memang belum diukur, akan
tetapi fungsi‐fungsi strategis pada organisasi telah berjalan dengan
baik. Dan anggota memiliki kesadaran berperan dalam koperasi karena memilki kesamaan
langkah dengan koperasi. Berbeda dengan koperasi ABC yang sering terjadi
konflik antara pengurus inti dan kepala seksi maupun dengan anggota. Koperasi XYZ menggunakan pendekatan yang cenderung top down kepada
para anggotanya. Disini peran manajer menjadi penting sebagai ujung
tombak untuk mengarahkan program koperasi. Kondisi anggota yang relatif homogen
dalam lingkup usahanya semakin memudahkan langkah koperasi dalam
mencapai tujuan. Selain itu koperasi XYZ terbukti telah mampu menjadikan
usaha mikro menjadi pintu masuk menuju usaha yang lebih besar bahkan mendunia. Koperasi ABC juga menggunakan pendekatan top down akan
tetapi penerimaan dari anggotanya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat
disebabkan karena koperasi dinilai belum mampu memberikan pintu masuk bagi
para anggotanya sehingga posisi tawarnya dimata anggota masih lemah. Budaya kekeluargaan koperasi dikembangkan dengan membangun
kesesuaian partisipasi yang terdiri dari 3 aspek yaitu sumber daya, pengambilan
keputusan dan manfaat (Sunarto, 2004). Koperasi XYZ adalah koperasi yang
sudah bersifat terbuka, pemanfaatan sumber daya terutama keuangan telah dilakukan
secara optimal dan anggota tetap memiliki peran yang dominan dalam
menentukan keputusan. Hal tersebut merupakan indikasi telah terbentuknya
budaya koperasi yang lebih maju dengan tetap menjaga ciri‐ciri koperasi
itu sendiri. Sejak awal aktivitas usaha anggota telah beririsan dengan bentuk
kegiatan koperasi XYZ, hal seperti ini lebih memudahkan proses integrasi
dalam koperasi. Dilain pihak pembagian SHU dilakukan setiap tahun
sebagaimana halnya dividen. Bentuk koperasi yang terbuka menjadi tantangan
tersendiri bagi koperasi untuk menjaga ciri khas koperasinya dalam pembagian
dividen atau SHU.
4.
Penutup
Dengan melihat masalah pengelolaan koperasi khususnya dalam
konteks MSDM yang muncul di koperasi ABC, perlu dilakukan langkah‐langkah
perbaikan. Pendekatan top down dan bottom up dapat dilakukan secara simultan untuk pencapaian tujuan bersama. Pendekatan top down akan
menimbulkan kesan atasan dan bawahan sementara bottom
up akan membiaskan tujuan karena banyaknya aspirasi dari para anggotanya. Komunikasi atau
pendekatan yang dikembangkan dalam mencapai tujuan tidak bisa satu arah karena
koperasi adalah milik bersama. Perbaikan komunikasi ini bisa dilakukan
dengan meningkatan
intensitas pertemuan antara anggota dan pengurus baik dalam kegiatan yang formal maupun informal. Pengoptimalan program edukasi dengan mengadakan program
pelatihan mandiri
yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
teknis dan non teknis anggota. Program pelatihan mandiri akan lebih memberikan manfaat
karena dikembangkan berdasarkan masalah yang dihadapi langsung oleh
koperasi yang bersangkutan. Memprioritaskan sasaran sasaran koperasi secara tepat. Seringkali
ditemukan perbedaaan persepsi antara pengurus dan anggota, hal ini terjadi
karena pengurus dan anggota memiliki skala prioritas masing‐masing.
Dengan demikian sasaran koperasi harus ditentukan secara tepat sejak awal.
Nama :
Tri Yusnia Efendi
Kelas/NPM : 2EB09/27211179
Tahun :
2011-20012