Selasa, 16 April 2013

REVIEW JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (BAGIAN 2)


Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalam Pengusahaan Pertambangan  Minyak dan Gas Bumi di Indonesia
(Legal Aspec of Production Sharing Contract on Oil and Natural Gas Mining in Indonesia)

HARIS RETNO SUSMIYATI

REVIEW 2



PEMBAHASAN

A.   Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia

Minyak (Petroleum) berasal dari kata Petro yang berart Rock (batu) dan Leum yang berarti Oil (minyak). Minyak dan gas sebagian besar terdiri dari campuran carbon dan hydrogen sehingga disebut dengan hydrocarbon yang terbentuk mlalui siklus alami dan dimulai dengan sedimentasi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang terperangkap selama jutaan tahun yang umumnya terjadi jauh dibawah dasar lautan dan menjadi minyak dan gas akibat pengaruh kombinasi antara tekanan dan temperatur yang dalam kerak bumi akhirnya berkumpul membentuk reservoir-reservoir minyak dan gas bumi.(Anonim,2001).

Konsepsi dasar pengusahaan pertambangan migas di Indonesia adalah paal 33 ayat 3 UUD 1945 dinyatakan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-bsar kemakmuran rakyat.”
Kewenangan Negara selanjutnya dinyatakan dalam pasal 2 ayat 2 UUPA No 5 tahun 1960, yang meliputi :

a)      Mengatur dan meyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b)      Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c)       Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang yang perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Sedangkan pada pasal 2 ayat 3 UUPA No 5 tahun 1960, menyatakan bahwa “wewenang yang bersumber pada Hak Menguasai dari Negara pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara huku Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Pasal 22 UUD 1945, menjadi dasar bagi eksploitasi sumber daya alam yang ada di Indonesia. Konteks “Hak Menguasai Negara” menjadi dasar untuk Negara memiliki kekuasaan yang penuh untuk pengelolaan sumber daya Indonesia. Migas sebagai cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak termasuk sumber daya alam yang dikuasai Negara.
Penguasaan Negara atas sumber daya minyak dan gas bumi kembali di tegaskan dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001, yaitu minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang di kuasai oleh Negara. Selanjutnya pasal 2 dan 3 mengatur bahwa penguasaan oleh Negara tersebut di selenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana.
Secara khusus pertambangan Minyak dan Gas Bumi diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2001. Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak DAN Gas Bumi medefinisikan minyak bumi adalah hasil prose salami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit dan bitumen yang di peroleh dari proses penambangan, tetpi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk gas padat yang diperoleh dari kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Gas bumi menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi adalah hasil prose salami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
Penyelenggaaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 2, didasarkan pada ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan dan kepastia hukum serta berwawasan lingkungan.
Ketentuan Undang-undang  Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 4 Ayat 1 menyatakan bahwa Mnyak dan Gas Bumi merupak sumber daya lam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang di kuasai oleh Negara. Pasal 2 dari ketentuan tersebut menentukan bahwa penguasaan Negara sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan. Selanjutnya ketentuan ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangn membentuk badan pelaksana.
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 terdiri atas: (1) Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi; (2) Kegiatan Usaha Hilir mencakup pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, niaga.


B.  Pengertian Kontrak

Kontrak sering di anggap sebagai perjanjian yang di buat secara tertulis. Dalam pengertian yang luas, kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan  hubungan antara 2 (dua) pihak atau lebih. Sedang kontrak komersil dalam pengertiannya yang sederhana adalah kesepakatan yang I buat oleh 2(dua) pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis. (Hasanddin Rahman,2003).
Menurut Balck, Henry Chambell, kontrak adalah suatu kesepakatan yang di perjanjikan (promissory agreement) diantara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, momodifikasi atau menghilangkan  hubngan hukum (Hasanuddin Rahman,2003).
Huku perjnjian dalam bahasa Belanda “het verbintenissenrecht” yang diatur dalam Buku III Bugerlijk Wetboek. Dalam pengertian ini termasuk perjanjian yang bersumber dari Undang-undang. Istilah verbintenissen dari Bugerjilk Wetboek dapat di terjemahkan sebagai “perikatan-perikatan”. Dalam system BW perikatan ini menjadi dua golongan (Wirjono Projodikoro, 2000), yaitu :
a.       Perikatan-perikatan yang bersumber pada persetujuan (overenkomst)
b.      Perikatan-perikatan yang bersumber pada undang-undang (West).

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1352 BW, Perikatan yang bersumber pada undang-undang di bagi menjadi dua golongan :
a.       Perikatan yang bersumber pada undang-undang berkala(uit de wet allen)
b.      Perikatan-perikatan yang bersumber pada undang-undang berdasar atas perbuatan orang manusia (uit de wet tengvolge vans’menshen toeder).
Berdasarkan ketentuan pasal 1233 BW, bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang. Dari ketentuan tersebut maka dapat diketahui sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang.
Pengertian perjanjian menurut ketentuan paal 1313 BW “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan  dengn mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih. Para sarjana hukum perdata umumnya menganggap bahwa definisi perjanjian tersebut tidak lengkap. (Mariam Darus dkk, 2001).
Perjanjian menurut Wirjono Projodikoro adalah suatu perhubunga hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau di anggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntuk pelaksanaan janji itu. (2000:4).

C.      Kontrak Pengusahaan Pertambangan di Dunia

Menurut Rudi M. Simamora, perjanjian/kontrak pengusahaa pertambangan minyak dan gas bumi yang ada di dunia dengan memperhatikan struktur kontrak dan legal terms yang melingkupinya  dapat di bagi dalam 5 bentuk utama yaitu (Rudi M. Simamora 2000:37) :
1.       Konsensi (Concession);
2.       Kontrak Production Sharing (Production Sharing Contract)
3.       Kntrak Jasa Resiko (Risk Service Contract);
4.       Kontrak Jasa (Service Contract)
5.       Usaha Patungan (Joint Venture)
Berdasarkan aspek hubungan kontraktual dan kepemilikan sumber daya mineral (termasuk minyak dan gas bumi) sebenarnya diantara bentuk- bentuk perjanjian diatas hanya terdapat dua model (Rudi M. Simamora 2000) yaitu :
1.       Bersifat konsesioner, yang termasuk bentuk ini adalah konsensi. Konseni bersifat konsensioner artinya pemegang konsensi bukan merupakan kontraktor dari Negara dalam mengusahakan pertambangan minyak dan gas bumi, tetapi menjalankan sendiri ha pertambangan minyak dan gas bumi dan menguasai hasil produksinya berdasarkan konsensi (izin) yang diperolehnya.
2.       Bersifan Kontraktual. Contract production sharing, risk service contract dan service ontract termasuk yang bersifat kontraktual, dimana perusahaan penandatangan perjanjian merupakan kontraktor dari Negara atau perusahaan Negara yang menjalankan usaha pertambangan minyak dan gas bumi menurut perjanjian yang di tanda tangani di bawah control Negara atau perusahaan Negara. Status kontraktor membawa konsekuensi bahwa hasil produksi tetap berada pada Negara.

Sedangkan untuk perjanjian joint venture dan bentuk-bentuk perjanjian modifikasi lainnya yang mungkin di buat akan di dasarkan pada salah satu bentuk diatas, perjanjian konsensioneratau kontraktual (Rudi M. Simmora 2000).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar